Sumbar, - Sejumlah pihak terus mendesak dan mengusut tuntas kasus perusakan cagar budaya rumah singgah Sukarno yang merupakan objek cagar budaya (ODCB) bersejarah yang ada di Kota Padang.
Hal itu agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.
“ini tak biasa dibiarkan begitu saja, Jangan sampai terulang kembali. Karena banyak sekali tempat-tempat (peninggalan sejarah) di daerah acapkali tak dihargai dan main bongkar saja, ” tegas Haryadi pengurus DPP Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sabtu (18/2), kepada Media ini.
Haryadi juga mengibaratkan, jika hari ini terjadi begitu saja terhadap salah satu situs sejarah, kita bisa bayangkan suatu saat nanti kediaman Hatta, Syahrir, Tan Malaka, Agus Salim dan tokoh-tokoh sejarah lainnya akan mudah dihapuskan oleh generasi berikutnya. Tegas Haryadi.
Haryadi secara tegas menyampaikan hal itu terkait dengan kejadian pada tanggal 25 Januari 2023 yang lalu, dimana Cagar Budaya Rumah Ema Idham, rumah yang pernah ditempati Bung Karno selama di Kota Padang dulunya, dibongkar oleh pemiliknya.
Rumah tersebut telah rata dengan tanah. Lahan bekas rumah itu kini dikelilingi oleh seng. Hingga saat ini belum ada kejelasan dari Pemerintah Kota Padang untuk mengambil langkah hukum terkait kasus tersebut.
Haryadi menegaskan bahwa aparat penegak hukum haruslah mencari tahu kenapa hal itu terjadi, jangan sampai ada motif penghilangan nilai nilai sejarah yakni seorang Sukarno dikota bersejarah itu. Sukarno boleh tiada, tapi kami sebagai pengikut pengikut ideologinya tidak akan pernah membiarkan itu apalagi jika itu disengaja, maka kami sebagai penerus penerus ideologinya akan mengawalnya dan tidak akan membiarkan itu terjadi. Tegas Haryadi.
"Tidak bisa dibiarkan begitu saja, haruslah dikejar dan dicari penyebab kenapa pembongkaran itu terjadi dan pemerintah harus mencari tau serta menindak tegas pelaku penghancuran rumah singgah Bung Karno yang berada di Kota Padang ini. Kata Haryadi.
Diketahui, rumah singgah Bung Karno, yang beralamat di Jl. Ahmad Yani No. 12 Padang, telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Walikota Padang dengan nama Rumah Ema Idham. Hal ini tertuang dalam Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Padang Nomor 03 Tahun 1998 Tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya dan kawasan bersejarah di Kotamadya Padang.
Tentu, sebagai cagar budaya, keberadaan Rumah Ema Idham tersebut telahlah diilindungi oleh UU. Dan dalam konteks ini masyarakat dapat berperan serta dalam perlindungan cagar budaya.
Karena dalam penjelasan aturan tersebut, dimana pada Pasal 66 Ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
Dalam pasal tersebut dinyatakan secara tegas bahwa "Setiap orang dilarang merusak cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal."
Selanjutnya, dalam Pasal 105 dari UU tersebut dinyatakan bahwa, "Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 500.000.000, - (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000, - (lima miliar rupiah)."
Haryadi menegaskan, menyikapi ini, pemerintah setempat dan aparat harus mencari tahu, menggali lebih dalam serta menindak tegas akan perlakuan pelaku penghancuran Rumah Singgah Bung Karno yang ada di Kota Padang ini.
Dijelaskan oleh Haryadi, eks pengurus Presidium GMNI Periode 2011-2013 hasil kongres GMNI Balik Papan ini bahwa nilai historis rumah singgah Bung Karno di Kota Padang tidaklah bisa dinilai dengan nilai nilai materi aoalagi uang.
Keberadaan rumah singgah Bung Karno ini memiliki arti penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, wabilkhusus terhadap generasi dimasa mendatang. Pungkasnya.
Dijelaskan oleh Haryadi, bahwa Bung Karno telah pernah menempati rumah dr. Waworuntu (red: pada 1998 dimiliki oleh Ema Idham) sejak Februari 1942, sebelum tentara Jepang menduduki Kota Padang. Beliau tinggal di rumah tersebut selama tiga bulan.
Kontak pertama antara tentara Jepang dengan Bung Karno terjadi di rumah tersebut. Pada waktu itu, Jepang diwakili oleh Kapten Sakaguchi (dari Sendenbu/Departemen Propaganda).
Setelah pertemuan dengan Sakaguchi, Bung Karno kemudian diundang oleh Kolonel Fujiyama (Panglima Tertinggi Angkatan Darat ke-25) ke Bukittinggi untuk membicarakan berbagai hal, termasuk kemerdekaan Indonesia.
Di rumah ini, Bung Karno dan Sakaguchi sering berdiskusi tentang usaha-usaha yg perlu diambil untuk memobilisasi penduduk agar mau membantu Jepang dalam Perang. Bung Karno memilih bekerja sama dengan Jepang dalam upaya mencapai kemerdekaan.
Bung Karno merasa nyaman tinggal di rumah ini. Kolonel Fujiyama pernah beberapa kali menawarkan berbagai fasilitas dan previlege, termasuk rumah, namun Bung Karno menolak dan tetap menjadikan rumah dr. Waworuntu sebagai basis perjuangan mencapai kemerdekaan.
Peristiwa ini tentu merupakan sejarah penting. Jika kemudian pada hari ini ada oknum mrnghilangkan dan menghancurkan itu, itu luar biasa sekalai akan upaya penghilangan bukti sejarah di kota Padang ini tegas Haryadi.
*Belajar dari Kota Bandung*
Sebagaimana kita ketahui bersama baru baru ini berbalik dengan yang terjadi di Kota Padang, Gubernur Jawa Barat justru terhadap bangunan bangunan yang memiliki nilai sejarah ia pelihara dan ia lindungi.
Rumah kediaman Inggit Garnasih telah lama menjadi situas bersejarah, rumah yang berada di ujung jalan, Jalan Ciateul No.8 Bandung, yang sejak bulan November 1997 berganti nama, menjadi Jalan Inggit Garnasih.
Bahkan bukan rumah saja, Inggit Garnasih pun baru baru ini di usulkan menjadi pahlawan nasional oleh Pemprov Bandung.
Hal ini merupakan wujud penghormatan dan penghargaan kepada salah seorang perempuan yang gigih ikut merintis kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia.
Demi penyelamatan aset sejarah dan dengan kebesaran hati dan jiwa keluarga besar Inggit Garnasih, 'Rumah Bersejarah Inggit Garnasih' diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Pemeliharaan dan pemanfaatan sepenuhnya dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Provinsi Jawa Barat.
Ini kemudian yang akan kita lihat juga berikutnya, apakah tindakan penghancuran rumah singgah Sukarno ini akan begitu saja. Atau ada upaya dari Pemko Padang dan Pemprov Sumbar untuk membangun dan memperbaikinya kembali. Terang Haryadi.(***)