Pasaman, - "Kezaliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang-orang jahat. Tapi karena diamnya orang-orang baik", pesan mendalam dari Ali bin Abi Thalib.
Tadi pagi, Selasa, 20/9, Mustafa melalui kuasa hukumnya mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Lubuk Sikaping. Menuntut agar hakim menyatakan penangkapan dan penahanan Mustafa tidak sah secara hukum, menghukum Kapolri dan Kapolda Sumbar untuk melakukan pembinaan terhadap Kapolres Pasaman dan jajarannya, dan menuntut kerugian moril dan materil sebesar Rp. 1 Milyar.
Denika Saputra, S.H; Andreas Ronaldo, S.H, M.H; dan Kasmanedi, S.H, M.H, CPL bertindak sebagai kuasa hukum Mustafa. Tanpa bayar. Menurut mereka, hanya panggilan hati nurani dan termotivasi oleh pesan Ali bin Abi Thalib. Indonesiasatu.co.id mencegat mereka di depan kantor PN Lubuk Sikaping, setelah menyerahkan kelengkapan administrasi praperadilan yang mereka ajukan.
"Kami tak bisa diam terhadap yang diduga suatu kezaliman", kata Denika.
"Jika kita menduga ada muncul kezaliman, kita harus berbuat sesuai posisi, peran dan fungsi kita dalam lingkup kehidupan ini, " sambung Andreas, yang juga, dosen di STIH YAPPAS.
"Kami dapat berbuat memberi bantuan hukum kepada Mustafa secara gratis", ucap Andreas lagi, mempertegas gerakan kemanusiaan yang mereka lakukan. Kebetulan, Kasmanedi, S.H, M.H, CPL tidak hadir sewaktu mengantarkan permohonan praperadilan tersebut ke PN Lubuk Sikaping.
Dirangkum dari berbagai pemberitaan media, dan diperjelas lagi oleh Mustafa, bahwa kronologis didaftarkannya permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Lubuk Sikaping, berawal dari terbakarnya escavator Pudun dkk yang melakukan penambangan emas secara illegal di kawasan hutan lindung antara Sinuangon dan Batangkundur, dalam wilayah administrasi kenagarian Cubadak Barat, kecamatan Dua Koto, kabupaten Pasaman.
Alat berat tersebut, ditinggalkan operatornya di tengah hutan karena rusak, tidak dapat dioperasikan. Ditinggalkan beberapa hari, menunggu mekanik datang memperbaiki.
Pada tanggal 15 Februai 2022, atau pertengahan Februari 2022, operator dan tenaga kerja lainnya bersama mekanik, datang untuk tujuan memperbaiki agar dapat dioperasikan kembali.
Tetapi mereka temui escavator sudah terbakar. Semuanya sudah dingin, diperkirakan sudah terbakar beberapa hari sebelumnya.
Tiga bulan kemudian, yaitu tanggal 13 Mei 2022, Pudun atau rekan kerjanya melaporkan kejadian tersebut ke Polres Pasaman dengan bukti Laporan Polisi Nomor: LP / B/ 33/ V/ 2022/ SPKT/ POLRES PASAMAN/ POLDA SUMBAR, tanggal 13 Mei 2022.
Satu bulan setelah adanya Laporan Polisi, atau pada tanggal 11 Juni 2022, Mustafa ditangkap di rumahnya di Sarik Selatan, Nagari Luhak Nan Duo, kecamatan Luhak Nan Duo, kabupaten Pasaman Barat, wilayah yurisdiksi Polres Pasaman Barat. Mustafa ditangkap berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP. Kab/23 / VI/ 2022/ Reskrim, tanggal berlakunya dari 11 Juni 2022 s/d 12 Juni 2022, tanggal dikeluarkan 11 Juni 2022.
Mustafa ditangkap, diperkirakan antara jam 4 - jam 5 dini hari. Sebelumnya ternyata, sudah ditangkap juga Haitullah ( 50), penduduk Sinuangon, ditangkap di Batang Lingkin, Pasaman Barat, wilayah yurisdiksi Polres Pasaman Barat juga. Haitullah ditangkap, sedang berada di rumah familinya di Batang Lingkin. Mustafa dan Haitullah sama-sama dibawa dalam satu mobil ke Mapolres Pasaman.
Hal-hal yang menjadi alasan hukum Mustafa mengajukan Praperadilan, antara lain, surat penangkapan tidak diperlihatkan kepadanya, hanya dititipkan kepada tetangga, tanda tangannya palsu; surat penangkapan tidak didasari surat perintah penyidikan dan tidak didasari pada surat penetapan tersangka; tidak pernah dipanggil sebagai terlapor. Tiba-tiba ditangkap dengan cara penangkapan yang tidak standar pula.
"Sedangkan kepastian adanya tindak pidana yang menyebabkan escavator tersebut, tidak ada. Apa dasar hukumnya saya ditangkap sebagai pelaku tindak pidana dalam kasus terbakarnya escavator tersebut ?, " terang Mustafa.
Hal yang menjadi tanda tanya besar menurut Mustafa, antara dia dengan Haitullah diperlakukan berbeda. Haitullah diperlakukan dengan baik. Surat penangkapannya tersendiri, surat pelepasannya, juga tersendiri.
Saya dianiaya, sementara, Haitullah diperlakukan secara baik. Sedangkan Haitullah ditangkap dalam tuduhan dan kasus yang sama dengannya.
"Jika Haitullah mengaku melakukan pembarakan alat berat tersebut, mengapa Haitullah tidak ditahan, mengapa prosesnya dihentikan ?, " tanya Mustafa.
Anehnya lagi menurut Mustafa, namanya di dalam Surat Perintah Penangkapan, hanya ditulis tangan. Sepertinya, sebelumnya, hanya suatu blangko Surat Perintah Penangkapan yang bersifat fleksibel.
"Iya, misterius bangetlah", tutup Mustafa.